Souvenir Pernikahan Unik dari www.biebiesouvenir.web.id  

Posted

Hello buat yang lagi cari souvenir pernikahan untuk wedding,
ada provider souvenir yang bagus, produk2nya keren2

salah satunya ini













yang minat langsung kunjungi saja di www.biebiesouvenir.web.id

Simpati dan Empati  

Posted in

Simpati dan Empati

Kitapernah menyaksikan bahkan mungkin pernah mengalami sendiri cuplikan percapakan
dari seorang atasan kepada bawahannya berikut. รข€�Anita. Hari ini Anda
terlambat lagi.Terlambat lagi....Saya ingatkan jika Anda terlambat lagi, saya
akan meminta bagian personalia membuat surat peringatan. Saya tidak mau tahu
bagaimana caranya agar Anda tidak terlambat lagi besok. Keterlamabatan lagi
tidak bisa ditolerir ! Yang lain sudah mulai sibuk, Anda enak saja baru
sampai

Jika Anda adalah Arini, apa yang Anda rasakan ? Lalu jika
Anda adalah sahabat Arini, mendengar Arini bercerita sambil meneteskan air
matanya, bagaimana penilaian Anda terhadap atasannya ? Sikap arogan ? Sikap
sebagai seorang pemimpin ? Adakah penilaian ingin menang sendiri? tidak mau
tahu kesulitan orang lain?

Sekarang, bandingkan dengan percakapan berikut. Arini, ketika Anda terlambat, saya
perhatikan Anda hadir dengan tergesa-gesa dan merasa canggung dilihat
teman-teman. Ketika yang lain sudah mulai bekerja, Anda baru sampai. Jadinya
pagi ini, mood Anda teganggu. Bukankah sudah waktunya sekarang Anda berpikir
dan berusaha lebih serius untuk mengatasi keterlambatan itu. Contohnya dalam
seminggu ini Anda sudah tiga kali terlambat, masing-masing sepuluh menit. Saya
tahu Anda sendiri tidak suka hal itu, jadi saya yakin Anda berusaha
sungguh-sungguh, Anda akan mampu mengatasi masalah ini. Semua orang disini
berharap Anda ikut menjaga disiplin waktu serta menghormati perasaan
teman-teman yang tidak terlambat


Bagaimana perasaan Anda ? Bagaimana perasaan Arini ? Dan
bagaimana perasaan bos Arini ?

Jika Anda diminta untuk memilih bos mana yang Anda
inginkan, 99,9 % pasti memilih bos-nya Arini...Kenapa ?

Sahabat-sahabatku,

Empati
tidaklah sama dengan simpati. Bersimpati
artinya perasaan Anda hanyut untuk ikut merasakan if I were on your shoes. Emosi Anda tergambar melalui bahasa tubuh
bahwa Anda tenggelam dalam kebersamaan. Dalam simpati, Anda lebih banyak
merespons dengan perasaan.

Berempati tidak berarti Anda sepakat, melainkan Anda
secara mendalam mencoba mengerti orang itu, baik dari segi emosional mapun
intelektual. Anda mencamkan nada suara dan bahasa tubuh orang tersebut, tidak
hanya kata-katanya. Dalam empati Anda mendengar dengan hati, mata dan pikiran
secara objektif, bahkan menggunakan sekaligus semua panca indera Anda.

Maka, dalam berinteraksi dengan orang lain antar rekan
kerja di kantor, antara atasan-bawahan, dalam anggota keluarga, dalam
masyarakat, dalamorganisasi dll... tidak cukup sekedar simpati saja namun juga ber-empati.

Berikut ini kiat-kiat menjaga serta membangun empati
dalam interaksi secara jitu.

Gunakan
Corrective feedback

Feedback yang tepat akan
menjaga harga diri dan rasa percaya diri serta membangun kerjasama. Contoh :
kasus pada bos Arini diatas

Gunakan
Positive feedback

Sikap ini dapat menciptakan
suasana menyenangkan, bahkan dapat membakar semangat orang yang mendengarnya.
Ungkapkanlah positive feedback dengan cara, misal contoh :
Yuyun, Anda pantas merasa bangga dan gembira. Saya mendengar Anda sudah
berhasil mendapatkan perusahaan katering yang memenuhi persyaratan dan standard
mutu perusahaan. Kontrak
sudah ditandatangi, bukan ? Tentu hal itu sangat baik bagi kita semua di
perusahaan ini.

Hindari
negative feedback

Sikap ini akan menghancurkan hubungan
baik dan kerjasama yang telah dijalin selama ini. Contoh : kasus pada bos Anita
diatas.

Pilih
situati dan kondisi yang tepat

Interaksi yang buruk biasanya
bisa juga terjadi karena Anda memperlakukan sama semua situasi dan kondisi
(sikon) tatkala berkomunikasi. Anda harus tahu kapan bercanda dan kapan serius
sesuai dengan topik pembicaraan.

Perhatikan
kepada siapa Anda berbicara

Apabila Anda berbicara kepada
karyawan rendahan, yang biasanya mengeyam hanya pendidikan rendah, tentu Anda
perlu memperhitungkan kecepatan berbicara, pemilihan kata-kata, serta banyak
dan rumitnya materi yang disampaikan. Jangan menggunakan istilah-istilah bahasa
asing, gunakanlah istilah yang akrab dengan kuping karyawan tersebut. Artinya,
Anda terpaksa menyetel diri Anda agar nyambung dengan teman bicara
tersebut.

Perhatikan
pesan/isi

Jika yang akan disampaikan
adalah hal-hal yang rumit dan banyak, sebaiknya Anda buatkan pesan/materi
tersebut dalam bentuk tertulis. Pada umumnya, karyawan hanya mampu mengingat
paling banyak tiga hal dalam satu instruksi.Jika lebih dari tiga hal yang harus
dihafalnya, instruksi itu sebaiknya dibuatkan tertulis.

Which Kind Of Love You're In ?  

Posted

Menurut Robert Sternberg dari Yale University, yang mengembangkan model segitiga cinta dalam Triangular Theory of Love. Digambarkan ada 3 sisi yang meliputi :
Gairah (Passion)
merupakan sisi pendorong dalam cinta dan seringkali muncul sebagai hal yang fisiologis berupa suatu keinginan yang dinyatakan secara fisik. hal yang paling mudah terlihat adalah sentuhan, belaian , dan berpegangan tangan hingga hubungan seksual. Sternberg menjelaskan bahwa hal ini merupakan sifat alamiah manusia dimana ketertarikan secara fisik pada awalnya mengalami perkembangan yang begitu cepat.
Ini menjelaskan kenapa wanita/pria bisa tertarik pada lawan jenisnya dengan melihat wajah, bentuk tubuh dan hal-hal penampakan fisik lainnya.

Keintiman (Intimacy)
Merupakan sisi emosional dalam cinta.
Keintiman disini memiliki kualitas sebagai "teman baik" ataupun "teman hidup". Dalam emosi terdalam jiwa kita, kita memerlukan dan menginginkan seseorang yang bisa mengenal , memahami diri kita sendiri jauh daripada orang lain. Keintiman seringkali mengisi kerinduan kita akan suatu penerimaan dan kedekatan
Ini menjelaskan kenapa seseorang bisa begitu menginginkan lawan jenisnya dalam jangka waktu yang singkat maupun hingga akhir hayatnya.

Komitmen (Commitment)
Komitmen merupakan sisi logis dari suatu hubungan dan seringkali adalah faktor pengikatnya . Komitmen mempunyai pandangan ke depan dan seringkali memberikan ketenangan akan suatu kepastian di tengah-tengah ketidakpastian. Seringkali kita mendengar ucapan "Aku mencintai mu apa adanya" , merupakan salah satu contoh komitmen untuk mencintai seseorang.
Karena dalam suatu hubungan, tanpa komitmen menempatkan kita seolah-olah dalam arah yang tidak jelas mau dibawa kemana hubungan tersebut.
Ini Menjelaskan kenapa seseorang dapat berjanji untuk suatu hal dalam hubungan mereka dan merupakan salah satu faktor yang membawa pasangan-pasangan menuju pelaminan.

Penilaian kita terhadap seseorang dapat menjadi dasar dari hubungan cinta kita.
Secara tidak langsung penilaian umum "Brain Beauty n Behaviour" telah membawa kita melihat lebih jauh ketiga hal tersebut.Tergantung kita menempatkan mana sebagai prioritas utama dalam menilai pasangan kita.
"Brain" sebagai prioritas seringkali membuat kita terlibat dalam jenis cinta dengan kehadiran komitmen (Commitment) sementara "Beauty"seringkali membuat kita melihat secara fisik dan hubungan cinta yang seringkali muncul didasari oleh gairah (Passion). "Behaviour" akan membawa kita pada hubungan yang cenderung melibatkan emosi di dalamnya"

Menurut Sternberg, dengan 3 elemen tersebut, kita dapat mendefinisikan bagaimana jenis hubungan cinta yang kita jalani berdasarkan kombinasi 2 elemen dengan komposisi terbesar.
1. Romantic Love
Merupakan cinta yang didasari oleh gairah (passion) dan keintiman (Intimacy). Jenis cinta ini merupakan cinta yang terbentuk atas dasar ketertarikan fisik dan rasa kepedulian , empati yang mendalam. akan tetapi tidak ada komitmen di dalamnya, sehingga romantic love seringkali dialami oleh pasangan anak muda yang baru pertama kali mengenal cinta dan tidak berpikiran tentang perlunya suatu komitmen.

2. Fatuous Love
Fatuous Love atau disebut cinta yang bodoh merupakan kombinasi dari gairah (passion) dan komitmen (Commitment). Hal ini disebut bodoh , karena suatu komitmen dibuat dengan didasari oleh gairah dan mengesampingkan elemen keintiman (Intimacy) sebagai penstabil dalam hubungan tersebut . Hal ini seringkali dialami oleh orang-orang dengan pola pacaran putus-sambung ataupun pasangan yang sudah menikah dan bercerai dalam waktu singkat. Karena pada jenis pasangan seperti ini, pada mulanya gairah mendominasi dan membuat suatu tingkat ketertarikan yang tinggi dan membawa pada suatu keinginan untuk membuat suatu komitmen tanpa saling mengenal lebih jauh akan seberapa jauh keintiman diantara mereka akan mempertahankan hubungan tersebut

3. Friendship Love
Cinta model ini merupakan jenis cinta dengan kombinasi Keintiman (Intimacy) dan Komitmen (Commitment). Dasar dari cinta ini adalah suatu hubungan emosional yang kuat yang membawanya kepada suatu komitmen , sementara gairah bukan hal yang dominan. Sisi emosional dan logis ditonjolkan dalam hal ini.
Jenis cinta ini menjelaskan kenapa bisa saja seseorang menyukai lawan jenis yang secara fisik kurang (seperti orang normal yang menyukai orang yang cacat, cewek yang cantik menyukai pria yang biasa2 saja , etc ).
Hal ini seringkali dialami oleh orang-orang dengan pola seperti hubungan yang pada mulanya bersahabat ataupun hanya sekadar teman dekat, namun akhirnya menjadi suatu hubungan cinta.

Cinta yang sempurna
merupakan jenis cinta yang memiliki ketiga elemen tersebut secara seimbang dan biasanya bisa bertahan dalam waktu yang lama. Hal ini merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai siapa saja.
Tidak ada yang pada awalnya langsung bisa berada dalam tahap sempurna, butuh suatu perkembangan. Suatu kali kita memandang suatu hubungan dibangung berdasarkan ketertarikan emosional maupun secara fisik, namun seiring waktu berjalan kita akan belajar mempertimbangkan elemen lain yang telah dikesampingkan.

So.... yang manakah jenis dimana anda berada ?

Note : Dibuat dengan perspektif pribadi dengan sumber dari penelitian Robert Sternberg :D

Ciptakan Nilai tambah !  

Posted in , , ,

Rabu, 3 desember 2008


Saya menghadiri Wirausaha Muda Mandiri Award yang diselenggarakan bank Mandiri sebagai wujud CSR nya bank Mandiri. Perhelatan akbar ini dihadiri oleh Wakil Presiden, Bapak Jusuf Kalla beserta beberapa menteri dan kalangan pengusaha dan tak terkecuali, 1500 peserta teman-teman mahasiswa dari berbagai universitas PTN dan PTS di Jakarta dan Bandung .  Pada malam penganugerahan WMM Award , pak Sofyan Djalil selaku Meneg BUMN menyampaikan suatu kisah yang dapat dijadikan pelajar, yaitu tentang nilai tambah. Pak Sofyan mengisahkan ketika ketika dia masih sekolah di luar negeri, dia mengenal seorang teman orang Amerika yang sering dia mintai bantuan dalam mengoreksi grammar untuk paper yang dia buat. Suatu kali, temannya pindah ke apartemen , dan pak Sofyan mengunjungi apartemen temannya tersebut. 

Dia bertanya , Apartemen siapa ini kepada temannya dan temannya menjawab bahwa dia tidak tahu. Pak Sofyan bertanya begitu karena kaget dengan temannya yang mau mengecat kembali dan memperbaiki apartemen tersebut. 
karena dirudung oleh rasa keingintahuan yang tinggi , dia pun bertanya "kenapa kamu mau melakukan semua ini ?" kepada temannya

Temannya menjawab, "Saya mau menciptakan nilai tambah, dimanapun saya berada"

Alangkah membuka wawasan kisah ini, coba bandingkan perspektif orang barat dengan orang timur seperti kita. Oleh sebab itu mereka maju, Nilai tambah , itulah kata kuncinya !
Bagi entrepreneurial landscape, hal ini sangat penting. Negara kita krisis orang-orang yang mampu menciptakan nilai tambah bagi perekonomian indonesia.
Seorang Entrepreneur haruslah mampu melihat hal yang baru, think out of box, menciptakan nilai tambah yang nantinya dapat membuat kita bersaing , menaikkan nilai saing di era globalisasi ini. Apalagi dalam himpitan krisis ekonomi global yang mendera dan tampaknya tidak akan reda dalam kurun waktu dekat. Nilai tambah, menjadi salah satu poin bagi kita untuk bisa survive di tengah krisis dan kondisi yang tidak menentu.

Krisis ekonomi jalan, tapi kita tidak boleh krisis akal dan mental agar dapat terus menjalani semua ini.


Dealing with Difficult Customers  

Posted in

Dealing with Difficult Customers
by Dave Kahle.
It is easy to work with people you like, and it is even easier to work with people who like you. But that's not always the case. Sooner or later, you'll have to deal with a difficult customer.

Difficult customers come in a wide variety. There are those whose personality rubs you the wrong way. They may not be difficult for someone else, but they are for you. And then there are those who are difficult for everyone: Picky people, know-it-alls, egocentrics, fault-finders, constant complainers, etc. Every salesperson can list a number of the types.

But perhaps the most difficult for everyone is the angry customer. This is someone who feels that he or she has been wronged, and is upset and emotional about it. These customers complain, and they are angry about something you or your company did.

There are some sound business reasons to become adept in handling an angry customer. Research indicates that customers who complain are likely to continue doing business with your company if they feel that they were treated properly. It's estimated that as many as 90% of customers who perceive themselves as having been wronged never complain, they just take their business elsewhere. So, angry, complaining customers care enough to talk to you, and have not yet decided to take their business to the competition. They are customers worth saving.

Not only are there benefits to your company, but you personally gain as well. Become adept at handling angry customers, and you¢ll feel much more confident in your own abilities. If you can handle this, you can handle anything. While any one can work with the easy people, it takes a real professional to be successful with the difficult customers. Your confidence will grow, your poise will increase, and your self-esteem will intensify.

On the other hand, if you mishandle it, and you'll watch the situation dissolve into lost business and upset people. You may find yourself upset for days.

So, how do you handle an angry, complaining customer? Let's begin with a couple tools you can use in these situations.

1. RESPECT. It can be difficult to respect a person who may be yelling, swearing or behaving like a two-year-old. I'm not suggesting you respect the behavior, only that you respect the person. Keep in mind that 99 times out of 100 you are not the object of the customer's anger. You are like a small tree in the path of a swirling tornado. But unlike the small tree, you have the power to withstand the wind.

What is the source of your power? Unlike the customer, you are not angry, you are in control, and your only problem at the moment is helping him with his problem. If you step out of this positioning, and start reacting to the customer in an emotional way, you'll lose control, you¢ll lose your power, and the situation will be likely to escalate into a lose-lose for everyone. So, begin with a mindset that says, "No matter what, I will respect the customer."

2. EMPATHY. Put yourself in the customer's shoes, and try to see the situation from his/her perspective. Don't try and cut him off, don't urge him to calm down. Instead, listen carefully. If someone is angry or upset, it is because that person feels injured in some way. Your job is to let the customer vent and to listen attentively in order to understand the source of that frustration. When you do that, you send a powerful unspoken message that you care about him and his situation.

Often, as the customer comes to realize that you really do care and that you are going to attempt to help him resolve the problem, the customer will calm down on his own, and begin to interact with you in a positive way.

Here's how you can use these two tools in an easily-remembered process for dealing with angry customers.

CRACK THE EGG

Imagine that you have a hard-boiled egg. The rich yellow yolk at the center of the egg represents the solution to the customer's problem, the hardened white which surrounds the yolk represents the details of the customer's situation, and the hard shell represents his/her anger.

In order to get to the yolk, and resolve the situation, you must first crack the shell. In other words, you have got to penetrate the customer¢s anger. Then you've got to cut through the congealed egg white. That means that you understand the details of the customer¢s situation. Finally, you're at the heart of the situation, where you can offer a solution to the customer's problem.

So, handling an angry customer is like cutting through a hard-boiled egg. Here's a four-step process to help you do so.

1. LISTEN.
Let's say you stop to see one of your regular customers. He doesn't even give you time to finish your greeting before he launches into a tirade.

At this point, about all you can do is LISTEN. And that's what you do. You don't try and cut him off, you don't urge him to calm down. Not just yet. Instead, you listen carefully. And as you listen, you begin to piece together his story. He ordered a piece of equipment three weeks ago. You quoted him X price and delivery by last Friday for a project that's starting this week. Not only is the equipment not there, but he received an invoice for it at a different price than was quoted.

"What kind of shoddy operation is this?" he wants to know. Do you understand how important his project is? Do you know how much time and money is at stake? If he doesn't get his equipment and something happens to this project, you're going to pay for it. He knew, he just knew he should have ordered the equipment from your competitor. What are you going do about it?

Now you have the basic story. Hopefully, after this gush of frustration, there will be a pause while he comes up for air.

More often than not, once the customer has had an initial chance to vent his rage, it's going to die down a little, and that's your opportunity to take step in.

Even if he has started calming down on his own, there comes a moment - and I can almost guarantee you'll sense it - to help calm him down. Try something along the lines of: "It sounds like something has gone wrong, and I can understand your frustration. I'm sorry you're experiencing this problem. Let's take a look at the next step."

Try to calm yourself first, and then to acknowledge his feelings. Say, "I can tell you're upset..." or, "It sounds like you're angry..." then connect to the customer by apologizing, or empathizing. When you say something like "I'm sorry that happened. If I were you, I'd be frustrated, too." It's amazing how much of a calming effect that can have.

Remember, anger is a natural, self-defensive reaction to a perceived wrong. If there is a problem with your company¢s product or service, some frustration and disappointment is justified.

This is so important, let me repeat it. First you listen carefully and completely to the customer. Then you empathize with what the customer is feeling, and let him or her know that you understand. This will almost always calm the customer down. You've cracked the shell of the egg. Now, you can proceed to deal with the problem

2. IDENTIFY THE PROBLEM.
Sometimes while the angry customer is venting, you'll be able to latch right on to the problem because it's clear-cut. Something is broken. Or late. Or he thinks a promise has been broken.
But sometimes in the middle of all that rage, it's tough to comprehend the bottom-line issue. This is a good place for some specific questions. Ask the customer to give you some details. "What day did he order it, when exactly was it promised. What is his situation at the moment?" These kind of questions force the customer to think about facts instead of his/her feelings about those facts. So, you interject a more rational kind of conversation. Think of this step of the process as cutting through the white of the egg to get to the yolk at the center.

It's important, when you think you understand the details, to restate the problem. You can say, "Let me see if I have this right. You were promised delivery last Friday, because you need it for an important project this coming week. But you haven't received our product yet. Is that correct?"

He will probably acknowledge that you've sized up the situation correctly. Or, he may say, "No, that's not right" and then proceed to explain further. In either case the outcome is good, because you will eventually understand his situation correctly, and have him tell you that "Yes, that's right."

And at that point you can apologize. Some people believe that an apology is an acknowledgment of wrongdoing. But you can appreciate and apologize for the customer's inconvenience without pointing fingers. Just say, "Mr. Brady, I'm sorry this has happened." Or "Mr. Brady. I understand this must be very frustrating. Let's just see what we can do fix it, OK?"

3. AVOID BLAME.
You don't want to blame the customer by saying something like "Are you sure you understood the price and delivery date correctly?" This will just ignite his anger all over again because you are questioning his credibility and truth-telling.

And you don't want to blame your company or your suppliers Never say, "I¢m not surprised your invoice was wrong. It's been happening a lot." Or, "Yes, our backorders are way behind."

In general, you AVOID BLAME. Which is different than acknowledging responsibility. For example, if you know, for a fact, a mistake has been made, you can acknowledge it and apologize for it. "Mr. Brady, clearly there's a problem here with our performance. I can't change that, but let me see what I can do to help you out because I understand how important your project is."

4. RESOLVE THE PROBLEM.
Now you¢re at the heart of the egg. You won't always be able to fix the problem perfectly. And you may need more time than a single phone call. But it's critical to leave the irate customer with the understanding that your goal is to resolve the problem. You may need to say, "I'm going to need to make some phone calls." If you do, give the customer an idea of when you¢ll get back to him: "Later this afternoon." Or "First thing in the morning."

Then do it. Make the phone calls. Get the information. Find out what you can do for this customer and do it. Then follow up with the customer when you said you would. Even if you don't have all the information you need, call when you said you would and at least let him know what you've done, what you're working on and what your next step will be. Let the customer know that he and his business are important to you, that you understand his frustration, and that you're working hard to get things fixed.

Use the tools of respect and empathy, and the "crack the egg" process, and you'll move your professionalism up a notch.

About Me

Jakarta, Indonesia
in the crossroads of decisions

Subscribe !

Enter your email address:

Notes

Buat yang mau tukaran link/banner silahkan hubungi gw via email ataupun lwt shoutbox. Cantumkan link/banner blog saya di blog anda terlebih dahulu dan konfirmasi lwt shoutbox, link/banner anda akan saya cantumkan ke dalam blog saya secepatnya, thanks


add my banner


Leave Message !

Banners & Partners

Latest Post

Latest Visitor